Tirta Yatra Keluarga Besar KSU. Kharisma Madani ..... Tirta Yatra Keluarga Besar KSU. Kharisma Madani ke Pura Tap Sai Besakih - Bali..... Tirta Yatra Keluarga Besar KSU. Kharisma Madani ke Pura Dalem Ped Nusa Penida - Bali..... Tirta Yatra Keluarga Besar KSU. Kharisma Madani ke Pura Lempuyang Madya - Bali..... Tirta Yatra Arek-Arek Gaduh ke Pura Gunung Salak - Bogor (jawa Barat)..... Pura Gunung Salak - Bogor (Jawa Barat)..... Pura Lempuyang Madya - Bali...... Pura Mandara Giri Semeru Agung - Lumajang...... Pura Giri Selaka Alas Purwo - jawa Timur...... Pura Agung Dalem Blambangan - Jawa Timur...... Pura Taman Ayun - Bali...... Pura Batur - Bali..... Pura Ulun Danu - Bali..... Pura Goa Lawah - Bali..... Di Pesisir Pantai Pura Goa Lawah - Bali..... Pura Besakih - Bali..... Pura Tanah Lot - Bali..... Tirta Yatra KSU. Kharisma Madani ke Pura Batukaru - Bali..... Pura Luhur Uluwatu - Bali..... Tirta Yatra KSU. Kharisma Madani dan UD. UNAGI di Lombok..... Pura Boto Bolong - Lombok..... Pura Lingsar - Lombok..... Pura Suranadi - Lombok..... Pura Narmada - Lombok..... Candi Borobudur - Jawa Tengah..... Candi Prambanan - Jawa Tengah..... Pura Luhur Poten Gunung Bromo - Jawa Timur..... Pura Gunung Kawi - Bali..... Pura Dalem Balingkang - Bali..... Pura Puncak Penulisan - Bali.....

Sabtu, 23 Juli 2011

PURA PUNCAK PENULISAN

Pura Puncak Penulisan - Bali
Pura Pucak Panulisan di Desa Sukawana, Kintamani, Bangli, memang kerap disinggahi orang-orang. Tak sebatas orang Bali, juga tetamu asing yang berkunjung ke Bali.
Tempat suci berjarak kira-kira 70 km dari Denpasar ini memiliki banyak sebutan. Ada menamakan Pura Panarajon, ada pula menamai Pura Tegeh Koripan. Karena letaknya di Bukit Panulisan, orang-orang pun kebanyakan menyebut Pura Pucak Panulisan.

Secara garis besar kompleks pura ini menghadap ke selatan, kecuali pura utama yang mengarah ke barat. Pada halaman utama (jeroan) tersimpan tinggalan-tinggalan dari masa prasejarah hingga Bali Kuno.

Pura Pucak Panulisan tak hanya berfungsi sebagai tempat memuja keagungan Hyang Widhi dalam manifestasi sebagai Siwa Natha. Dari lokasi berketinggian 1.745 m dari permukaan laut ini orang bisa mengetahui jejak sejarah Bali tempo dulu.

Di tempat ini tersimpan ratusan peninggalan purbakala, artefak arkeologis.yang mampu memberikan gambaran apa dan bagaimana Bali dalam beberapa periode. Mulai dari zaman prasejarah hingga era pengaruh Hindu. Ini peninggalan para moyang yang memikat minat para peneliti, sejarawan, arkeolog dalam dan luar negeri. Mereka mencoba mengungkap berbagai ‘misteri’ di balik arti benda-benda bersejarah tersebut.

Beberapa peninggalan yang hingga kini tersimpan rapi di Puncak Panulisan, di antaranya batu peninggalan masa megalitik, satu batu berhiaskan bulan dan matahari, sebuah perwujudan Batara Brahma, tiga arca berpasangan, dua lingga perwujudan berpasangan, satu arca Ganesa, beberapa miniatur candi sebagai simbolis gunung tempat berstana para dewa atau roh suci.

Tersimpan pula ratusan lingga tak berpasangan dengan bentuk berbeda-beda. Ada utuh, tak jarang tinggal beberapa bagian tubuh saja. Secara keseluruhan lingga-lingga itu merupakan simbol Siwa. Tinggalan kuno ini saban malam dijaga warga dari Sukawana yang makemit bergilir di pura.

Berbagai kesimpulan mencuat dari para ilmuwan dalam maupun luar negeri perihal tinggalan purbakala di Pucak Panulisan. Dr WF Sturterheim dalam buku Oudheden Van Bali I-II tahun 1929-1930 menyebutkan, peninggalan purbakala yang tersimpan di Pucak Panulisan berasal dari era jayanya kerajaan Bali Kuno. Ini dihubungkan dengan ditemukan beberapa prasasti yang berhubungan dengan kehidupan Bali masa itu. Sebut, misalkan, prasasti berangka tahun 999 saka (1077 M) dan tahun 1352 Saka (1436 M).

Kebenaran tersebut diperkuat lagi dengan ditemukannya arca laki perempuan yang di belakangnya terdapat prasasti sebagai pratista Raja Udayana Warmadewa dengan Gunapriyadarmapatni. Raja ini menduduki tahta kerajaan di Bali sekitar tahun 911-933 Saka. Sedangkan arca wanita dengan sikap berdiri di belakangnya menyebut nama Batari Mandul, diperkirakan sebagai pratista permaisuri Raja Anak Wungsu yang tak berputra.

Tim Peneliti Fakultas Sastra Unud tahun 1922 menemukan, arca berpasangan (laki-perempuan) bermahkota karanda makuta dan memakai anting-anting berbentuk pilinan rambut, bertinggi 92 cm. Di bagian bawah ada prasasti bertuliskan angka tahun 933 Saka (1026 M), yang dipahat Mpu Bga pada hari pasar wijaya manggala. Berdasarkan angka tahun yang tertuang pada prasasti serta dikaitkan dengan persamaan unsur badaniahnya, maka peninggalan ini termasuk dalam periode Bali Kuno (abad ke-11).

Kemudian ada arca wanita berdiri dengan tinggi 154 cm yang terbuat dari batu padas. Pada bagian belakang sandaran ada terpahat prasasti menggunakan huruf Kadiri Kuadarat. Prasasti tersebut menyebut Batarai Mandul dan angka tahun 999 Saka (1077 M). Langgam serta angka tahun prasasti ini masuk periode Bali Kuno (abad ke-11).

Ada pula arca laki-laki berdiri dengan sikap tangan kanan dijulurkan ke bawah sejajar badan dan tangan kiri ditekuk ke depan. Arca ini oleh peneliti Unud diperkirakan terbuat pada masa Bali Madya (abad ke-13).

Selain arca Batari Mandul, di sini juga terdapat arca perwujudan Dewa Brahma, dengan atribut empat muka, atau caturmuka. Dewa yang kerap dihubungkan dengan caturmuka memang Dewa Brahma. Arca ini juga membawa kuncup bunga yang merupakan benda pelepasan. Ciri badaniah serta karakter agak kekaku-kakuan ini diperkirkan terbuat era Bali Madya (abad ke-13).

Di Pucak Panulisan tersimpan arca Dewa Ganesa dengan ciri berkepala gajah, berbadan manusia dengan perut buncit, bertangan empat, dan memiliki satu taring. Di belakang kepala Ganesa terpahat hiasan dedaunan. Dari ciri badaniah yang dimiliki, diperkirakan arca Ganesa ini tergolong ke dalam periode Bali Madya (abad ke-13).